Kamis, 15 September 2011

KAJIAN HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR DALAM KUMPULAN SAJAK ANTOLOGI PUISI PILAR PENYAIR


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
 Kajian sastra apapun bentuknya, berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran) Kegiatan apresiasi sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, bersangkut paut dengan karya sastra yang harus diinterpreatasi dan dimaknai. Salah satunya adalah puisi, puisi merupakan simbol tanda, dan untuk memahami simbol tanda itu diperlukan pemaknaan dari pembaca. Untuk memahami puisi harus mampu memahami bahasa yang terdapat dalam puisi tersebut, sebagai sistem tanda yang mempunyai arti. Hermeneutika adalah  kata yang sering didengar dalam bidang teologi, filsafat, bahkan sastra.
 Semua kegiatan kajian sastra, terutama dalam prosesnya pasti melibatkan peranan konsep hermeneutika. Oleh karena itu, hermeneutika menjadi hal yang tidak mungkin diabaikan. Atas dasar itulah hermeneutika perlu diperbincangkan secara komprehensif guna memperoleh pemahaman yang memadai.  Konsep hermeneutika Paul Recouer yang menjadi landasan dalam penelitian ini, untuk mengetahui metafora-simbol yang terdapat pada kumpulan sajak Antologi Puisi Pilar Penyair.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana metafora  kumpulan sajak Antologi Pilar Penyair dalam puisi “Kamboja” karya Krisnanto?
2.       Bagaimana memaknai simbol “Kamboja” dalam puisi kamboja”  karya   Krisnanto sajak Antologi Pilar Penyair?
LANDASAN TEORI
a.      Teori Hermeneutika
Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks. Hermeneutika mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda dan saling berinteraksi yaitu; 1) peristiwa pemahaman terhadap teks, 2) persoalan yang lebih mengarah mengenai pemahaman interprestasi itu (Palmer, 2005 : 8). Hal ini memperlihatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika adalah pemahaman (understanding) pada teks.
Menurut Ricoeur, pemaknaan adalah suatu dialektika antara penjelasan dan pemahaman. Penjelasan merupakan analisis struktur yang dilakukan terhadap karya dengan melihat hubungannya pada dunia yang ada di dalam teks. Model ini menjelaskan sisi objektif sebagai ranah ilmu alam. Dari sini dapat dilihat bahwa hasil pemaknaan hermeutika adalah pemahaman diri (refleksi), yaitu membiarkan teks (objektif) dan dunianya memperluas cakrawala pemahaman “aku-lirik” pembaca (subjektif) tentang diri “aku-lirik” sendiri (Ricoeur, via Kurniawan, 2009:112-113).

b.      Simbol
Kata simbol berasal dari bahasa Yunani “Sumballo” berarti ”menghubungkan atau menggabungkan”. Simbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak setiap tanda adalah simbol. Ricoeur mendefinisikan simbol sebagai struktur penandaan yang di dalamnya ada sebuah makna langsung, pokok atau literature menunjuk kepada makna tambahan, makna lain yang tidak langsung, sekunder dan figurative yang dapat dipahami hanya melalui yang pertama. Pembebasan ekspresi dengan sebuah makna ganda ini mengatakan dengan tepat wilayah hermeneutika (Kurniawan, 2009 : 27 ).
Simbol adalah tanda yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer (semena-mena). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol (Pradopo, 2007: 120). Simbolisasi adalah figurasi analogis, dan dapat disamakan dengan metafora, yaitu mengganti sebuah ujaran dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda terdekat seperti dalam metonimi, tetapi dengan penenda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang pertama. Tentu saja di sini antara bahasa mimpi dengan bahasa sastra menemukan perbedaan, dalam bahasa mimpi berupa mekanisme tak sadar, sedangkan dalam bahasa sastra berupa tindakan sadar. “Setiap kata adalah Simbol”, demikian ditegaskan Paul Ricoeur (via Sumaryono, 1999: 106; Wachid B.S., 2008: 26).
Kata-kata yang memiliki berbagai bentuk makna, yang sifatnya tidak langsung dan kias, demikian dapat dipahami dengan simbol-simbol tersebut. Simbol dan interpretasi konsep yang mempunyai pluraritas makna yang terkandung di dalam simbol atau kata-kata di dalam bahasa. Setiap interpretasi adalah upaya untuk membongkar makna yang terselubung. Oleh sebab itu, “Hermeneutika bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-simbol tersebut” (Wachid B.S., 2008: 26-27).


c.       Metafora
Metafora, kata Manroe, adalah puisi dalam miniature. metafora menghabungkan makna harfiah dengan makna figurative dalam karya sastra. dalam hal ini karya sastra merupakan karya wacana yang menyatukan makna ekspliesit dan makna implisit (Ricoeur, 1976:43 via Kurniawan, 2009: 23).
Dalam retorika tradisional, metafora digolongkan sebagai majas yang mengelompokkan variasi-variasi dalam makna ke dalam pengalaman kata-kata, atau lebih tepatnya proses denominasi (Kurniawan, 2009: 23).
Aristoteles menjelaskan bahwa metafora adalah penerapan kepada suatu benda nama yang termasuk sesuatu yang lain, interferensi yang terjadi dari jenis ke spesies, dari spesies jenis, dari spesies atau secara proporsional. Tujuan majas adalah mengisi tempat kosong semantik dalam kode leksikal atau menghiasi wacana dan membuatnya lebih menyenangkan. Oleh karena itu, metafora memiliki ide lebih banyak dari kata untuk mengungkapkan kata itu, metafora akan meregangkan makna kata-kata yang dimiliki melampaui pemakaian biasanya (Ricoeur, via kurniawan, 2009:23).





HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sajak “Kamboja” karya Krisnanto (2011: 66)

Kamboja
Kuncup kamboja kutorehkan
Di atas lading tidurmu
Semoga menjadi pengharum jejak
Perjalanan sepimu

Comal, 27 februari 2011


 Metafora dalam sajak “Kamboja”
Judul “Kamboja” menyiratkan suatu arti tentang kematian, di Indonesia bunga Kamboja hanya digunakan untuk menghiasi pemakaman. Nuansa dari kamboja itu sendiri untuk mengingatkan atau mewakili dari kematian, namun bunga kamboja tetap bunga yang melayani kehidupan menebar keindahan dan keharuman.

(1)   Kuncup Kemboja kutorehkan
Di atas lading tidurmu
Bait pertama mengungkapkan suatu atribusi obyek “kutorehkan”  meninggalkan atau menggoreskan sesuatu yang berupa metafora-pernyataan (statement-metaphor) yang dibentuk oleh metafora-kata. “kuncup kemboja kutorehkan” menunjukkan satu proposisi, kuncup yaitu tidak kembang, tidak mekar dan di sini di jelaskan pada bunga yang tidak mekar. Kuncup yang terdapat pada bunga kamboja, kamboja digambarkan sebagai bunga dalam kematian.  Dengan demikian, bait pertama ini mewancanakan suatu perbuatan yang telah di lakukan dengan meninggalkan sesuatu yang berbekas.
Pada baris ke dua sebagai wujud ungkapan dan penjelasan pada, “Kuncup kamboja kutorehkan”. Dan pada baris ke dua “Di atas lading tidurmu”  menjelaskan suatu tempat peristirahatan terakhir yaitu alam kubur, kembalinya manusia pada sang pencipta.

(1)   . . . . .
. . . . .
Semoga menjadi pengharum jejak
Perjalanan sepimu

Baris ke tiga dan ke empat pada bait pertama di atas, merupakan bentuk tujuan dari penyatuan antara “semoga menjadi pengharum jejak//perjalanan sepimu” dan kedua baris tersebut merujuk atau menunjukkan satu proposisi: “pengharum” sebagai identifikasi-singular, “jejak” sebagai predikasi-universal, dan pada baris terakhir “perjalanan sepimu” sebagai atribusi-pelengkap. Apa yang dimaksud di sini adalah “pengharum”  dari sesuatu yang berbekas bunga kamboja, yang akan selalu memberi keharuman. “jejak//perjalanan sepimu” di dalam perjalanan terakhir yang di lalui oleh setiap manusia, akan kembali kepada Allah.   


Simbol dalam sajak “Kamboja”
Simbol “Kamboja” pada sajak “Kamboja” terdapat pada bait pertama baris ke satu, dalam sajak ini mempresentasikan “Kamboja” sebagai “primbun pemakaman” adanya nuansa kematian, senyatanya bunga kamboja banyak ditemukan di pekarangan pemakaman. Dan hal ini menjelaskan bahwa “Kamboja” menjadi dasar kerangka filosofis pada sajak “Kamboja” itu sendiri.
Pada tataran arti tekstual (sense), sajak “Kamboja” mengungkapkan pristiwa tentang kesadaran transendental yang menyangkut kembalinya manusia kepada sang pencipta/pemakaman sebagai tempat peristirahatan terakhir. Kamboja sendiri juga memiliki arti  bisa membawa pencerahan bagi umat manusia maupun roh-roh yang terdapat di alam semesta, dalam konteks ajaran umat Hindu. 

(1)   Kuncup kamboja kutorehkan
                  Di atas lading tidurmu
Disinilah terlihat simbol “kamboja” sebagai energi yang esensial dari pemakaman, sebagai lading tempat peristirahatan terakhir. Pada dasarnya manusia diciptakan dari tanah dan kembalilah ke tempat asalnya. Konsep ini berakar dari pemikiran sajak D.Zawawi Imron “Dialog Bukit Kamboja”
            Inilah ziarah di tengah nisan-nisan tengadah
            Di bukit seraba kamboja. Matahari dan langit lelah
            Seorang nenek pandannya memuat jarum cemburu
            Menannyakan mengapa aku berdoa dikubur itu
Dengan demikian simbol “kamboja” dalam puisi “Kamboja” ini mempresentasikan makna “pemakaman” sebagai wujud nyata dalam primbun pemakaman, agar manusia juga mengingat akan kembalinya manusia pada wujud aslinya yang diciptakan dengan salah satu unsur yaitu tanah.  





KESIMPULAN
penelitian sajak “Kamboja” karya Krisnanto dapat disimpulkan sebagai berikut “kamboja” secara simbolis, terdapat pada bait pertama baris kesatu sebagai simbol dalam mengartikan sesuatu, secara metafora menyiratkan Sesutu tentang arti pemakaman.
Pembacaan hermeneutik dalam kumpulan puisi Antologi Puisi Pilar Penyair oleh Lembaga Pres Mahasiswa (LPM) obsesi STAIN Purwokerto ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami makna yang terkandung didalamnya. Makna-makna yang terkandung dalam sajak tersebut mengandung nilai agar manusia tidak hanya mengingat hidup di dunia saja akan tetapi juga mengingat bahwa dirinya akn kembali kepada sang pencipta.










DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Heru. 2009. Mistisisme Cahaya. Yogyakarta: Grafindo Literatur Media.
Universitas Ahmad Dahlan. 2000. Setasiun Tugu. Yogykarta: Universitas Ahmad Dahlan bekerja sama dengan Masyarakat Putika Indonesia.
Ratna, Kutha Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LPM Obsesi STAIN purwokerto. 2011. Antologi Puisi Pilar Penyair. Yogyakarta: Obsesi Press& Buku Litera.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar