Minggu, 20 November 2011

Kajian Wacana


ANALISIS WACANA TEKSTUAL dan KALIMAT IMPERATIF pada LIRIK LAGU “ABATASA” KARYA KELOMPOK MUSIK WALI


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Wali adalah grup musik asal Blora yang berdomisili di Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Grup musik ini dibentuk pada tahun 1999. Anggotanya berjumlah lima orang yaitu Faank (vokal), Apoy (gitar), Tomi (drum), Ovie (kibor), dan Nunu (bass). Semua personil band ini adalah lulusan pesantren dan sebagian merupakan alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Album pertamanya ialah Orang Bilang yang dirilis pada tahun 2008. Band ini umumnya ber-genre lokal pop kreatif total dengan sedikit sentuhan irama melayu dalam lagu-lagu mereka. (Wikipedia: 2011)
Lagu Abatasa tersebut secara tidak langsung merangkum nilai religi (islami), di mana dalam lagu tersebut selain untuk menghibur para penikmat musik Indonesia, juga mengajak  orang untuk  senantiasa melakukan ibadah kepada Allah,Wali mampu membuat lirik lagu dengan kata-kata yang mudah di pahami oleh kalangan masyarakat luas, pesan-pesan dalam lagu ini tertuang dalam teks-teks atau kalimat yang mengandung tuturan imperatif. Lagu ini pun dapat dikonsumsi dari berbagai kalangan dan usia. Banyak nilai pendidikan, motivasi, dan pesan yang terangkum dalam lagu ini, maka lagu ini patut jika digolongkan ke dalam salah satu lagu religius dan patut dicermati serta dianalisis. Selain itu, lirik lagu juga merupakan salah satu jenis wacana yang mempunyai struktur. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis lirik lagu Abatasa secara tekstual dan mengklasifikasikan bentuk-bentuk kalimat imperatif dalam lagu tersebut.
B.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini menemukan aspek leksikal maupun gramatikal dan bentuk-bentuk kalimat imperatif pada lirik lagu  Wali Abatasa.
C.    Rumusan Masalah
1.      Apa saja aspek gramatikal yang terdapat pada lirik lagu Wali Abatasa?
2.      Apa saja aspek leksikal yang terdapat pada lirik lagu Wali Abatasa?
3.      Apa saja  bentuk kalimat imperatif yang terdapat pada lirik lagu Wali Abatasa?

KAJIAN TEORI
Analisis tekstual adalah analisis wacana yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji (Sumarlam, ed., 2008:87). Dalam analisis wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana, sedangkan segi makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana.  Aspek gramatikal wacana meliputi: (1) pengacuan perangkaian (reference), (2) penyulihan (subtitution), (3) pelepasan (ellipsis), (4) perangkaian (conjuction). (Halliday dan Hasan, 1976: 6; Sumarlam, 1996: 66; Baryadi, 2001: 10).
Pengacuan (Referensi) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau yang mengikutinya (Sumarlam, ed., 2008:23). George Yule (2006:27) mengungkapkan referensi sebagai suatu tindakan di mana seorang penutur, atau penulis, menggunakan bentuk linguistik untuk memungkinkan seorang pendengar atau pembaca mengenali sesuatu. Berdasar pada tempatnya, pengacuan dibedakan menjadi pengacuan endofora dan pengacuan eksofora. Pengacuan dikatakan endofora jika acuannya berada di dalam teks wacana tersebut, sedangkan eksofora jika acuannya berada di luar teks wacana. Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuan dibedakan menjadi pengacuan anaforis dan kataforis. Dalam aspek gramatikal terdapat tiga jenis pengacuan, yakni pengacuan persona, demonstratif, dan komparatif. Penyulihan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam suatu wacana dengan tujuan memperoleh unsur pembeda. Substitusi atau penyulihan dibagi menjadi empat macam, yakni (1) substitusi nominal, (2) substitusi verbal, (3) substitusi frasal, dan (4) substitusi klausal (Sumarlam, ed., 2008:28).
Pelesapan atau ellipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembca atau pendengar, srhingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yangberlaku (Gorys Keraf, 2004:132).

Perangkaian atau konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana (Sumarlam, ed., 2008:32).
Aspek leksikal wacana menitikberatkan pada segi makna atau struktur batin sebuah wacana. Dalam hal ini, aspek leksikal wacana bertumpu pada hubungan secara semantis. Aspek leksikal wacana meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan).
Repetisi  adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Gorys Keraf, 2004:127). Selanjutnya Gorys Keraf (2004:127-128) membagi repetisi menjadi delapan macam, yakni epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama, atau (2) keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama (Gorys Keraf, 2004:34). Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yakni (1) sinonimi antara morfem (bebas) dan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa dengan frasa, dan (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat (Sumarlam, ed., 2008:39).
Antonimi lawan kata adalah relasi antar makna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan (Gorys Keraf, 2004:39). Antonimi juga disebut oposisi makna. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dibedakan menjadi lima macam, yakni (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk.  Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan (Sumarlam, ed., 2008:44).
Hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas-bawah (Gorys Keraf, 2004:38).
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma (Sumarlam, ed., 2008:46). Analisis lagu Wali Abatasa ini di dalamnya juga akan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan bentuk-bentuk wacana imperatif yang terkandung dalam lirik lagu tersebut. Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan penutur (R. Kunjana Rahardi, M. Hum, 2005:79). R. Kunjana Rahardi (2005:79) membagi kalimat imperatif dalam Bahasa Indonesia menjadi lima macam, yakni (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif ajakan, dan (5) kalimat imperatif suruhan.















PEMBAHASAN
Title : Wali Abatasa
Artist : Wali Band
Language : Indonesia
New Single Religi 2011

Lirik Lagu Wali - Abatasa
{1}Mak minta izin tuk pergi ku mushola itu
{2}Mak tolong izinin ketemu sama kawan-kawanku
{3}Mak minta izin lanjutkan pengajian kembali
{4}Mak tolong izinin belajar sama ustad mahmudin
{5}Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua
{6}Chadaldzalrozaisinsyin dari yang kaya sampai yang miskin
{7}Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa
{8}Cha dal dzal ro zai sin syin masuk syurga yok bilang amin
{9}Kan mak yang ngajarin kita harus jadi orang mukmin
{10}Kan mak yang ngajarin islam itu haqqul yaqin
{11}Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua
{12}Chadaldzalrozai sinsyin dari yang kaya sampai yang miskin
{13}Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa
{14}Cha dal dzal ro zai sin syin masuk syurga yok bilang amin
{15}Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua
{16}Cha dal dzal ro zai sin syin dari yang kaya sampai yang miskin
{17}Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua
{18}Cha dal dzal ro zai sin syin dari yang kaya sampai yang miskin
{19}Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa
{20}Cha dal dzal ro zai sin syin masuk syurga yok bilang amin
{21}Amin, amin, amin!

Lirik lagu Abatasa adalah salah satu bentuk teks, sehingga lirik lagu tersebut dapat dikaji atau dianalisis secara tekstual. Seperti telah disampaikan sebelumnya, bahwa analisis tekstual adalah analisis suatu wacana secara internal. Artinya, dalam analisis ini, hal yang akan menjadi objek analisis adalah lirik lagu Abatasa. Analisis lirik lagu Abatasa ini meliputi analisis aspek gramatikal dan aspek leksikal.
1.      Analisis Aspek Gramatikal
Aspek gramatikal wacana dalam analisis lagu Abatasa ini hanya meliputi pengacuan (reference), penyulihan (subtitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion).
a)      Pengacuan (persona)
Dalam aspek gramatikal terdapat tiga jenis pengacuan, yakni pengacuan persona, demonstratif, dan komparatif. Dalam analisis lirik lagu Abatasa ini, hanya terdapat satu jenis pengacuan, yakni pengacuan persona. Pada lirik lagu Abatasa terdapat 2 jenis pengacuan persona, yakni pronomina pertama jamak dan tunggal. Pengacuan persona pronomina pertama jamak dan tunggal dapat diperhatikan pada kutipan lirik lagu berikut.
(1)Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua {5, 11, 15. 17}
(2)Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa {7, 13, 19}
(3)Kan mak yang ngajarin kita harus jadi orang mukmin {9}
(4)Mak tolong izinin ketemu sama kawan-kawanku {2}
Penggunaan kata kita pada kutipan (1), (2), dan (3) adalah pronomina persona pertama jamak bentuk bebas, (4) adalah pronomina persona tunggal lekat kanan Kata kita pada lirik lagu (1,2, 3) tersebut juga merupakan pengacuan eksofora karena yang diacu berada di luar teks, yaitu mengacu pada penulis syair lagu dan pendengar lagu. Dan (4) pengacuan endefora karena acuannya satuan lingual yang diacu terdapat padateks tersebut.
b)      Penyulihan (substitusi)
Dalam lirik lagu Abatasa terdapat penyulihan. Penyulihan ini terjadi pada kata Allah yang kemudian diganti dengan kata Tuhan, dan terdapat pada kata izin diganti dengan izinin.
(1)Mak minta izin tuk pergi ku mushola itu {1, 3}
(2)Mak tolong izinin ketemu sama kawan-kawanku {2,4}
(3)Alif ba ta tsa jim ha Allah tuhan kita semua {11, 15, 17}
c)      Pelepasan (Elipsis)
Pelesapan atau penghilangan satuan lingual tertentu sering digunakan para pencipta lagu untuk tujuan estetika. Abatasa juga memuat lirik-lirik yang mengalami pelesapan. Pelesapan dalam lagu tersebut dapat ditemukan pada kutipan-kutipan berikut.
(1)Mak Ø minta izin Øtuk pergi ke mushola itu {1}
-Mak saya minta izin untuk pergi ke mushola itu
(2)Mak tolong izinin Øketemu Ø sama kawan-kawanku {2}
-Mak tolong izininkan saya bertemu dengan kawan-kawanku
(3) Mak tolong izinin Ø belajar Øsama ustad Mahmudin {4}
-Mak tolong izinkan saya belajar bersama ustad Mahmudin
(4)Alif ba ta tsa jim ha  allah Ø tuhan kita semua {5, 11, 15, 17}
-Alif ba ta tsa jim ha  Allah adalah Tuhan kita semua
(5)Alif ba ta tsa jim ha mari kitaØ tingkatkan takwa {7, 13, 19}
- Alif ba ta tsa jim ha mari kita meningkatkan takwa
(6)Cha dal dzal ro zai sin syin masuk syurga Ø yok Øbilang amin {8, 20}
- Cha dal dzal ro zai sin syin masuk surga mari kita mengaminin
(7)ØKan mak yang Øngajarin kita harus  Øjadi orang Ø mukmin {9}
-Emak yang mengajarkan kita harus menjadi orang yang mukmin
(8)KanØ mak yangØ ngajarin Øislam itu haqqul yaqin {10}
-Emak  yang telah mengajarkan bahwa islam itu haqqul yaqin
d)     Perangkaian (Konjungsi)
Di dalam lirik lagu Abatas tidak ditemukan  bentuk perangkaian.

2.      Analisis aspek leksikal
Aspek leksikal wacana menitikberatkan pada segi makna atau struktur batin sebuah wacana. Aspek leksikal wacana dalam lirik lagu Abatasa meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), dan antonimi (lawan kata).
a)      Repetisi (Pengulangan)
Wacana berupa lagu sering ditemukan bentuk repetisi di dalamnya, terutama repetisi bait atau refren.
(1)Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua {17}
Lirik yang terdapat pada kutipan nomor {17}di ulang lagi pada kutipan nomor {11, 15, 5}

(2) Chadaldzalrozai sinsyin dari yang kaya sampai yang miskin {6}
Lirik yang terdapat pada kutipan nomor {6} di ulang lagi pada kutipan nomor {16,18}
(3) Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa {7}
Lirik yang terdapat pada kutipan nomor {7} di ulang lagi pada kutipan nomor {13, 19}
(4) Cha dal dzal ro zai sin syin masuk syurga yok bilang amin {8}
Lirik yang terdapat pada kutipan nomor {8} di ulang lagi pada lirik nomor {14, 20}
(5)Mak minta izin tuk pergi ku mushola itu {1}
    Mak tolong izinin ketemu sama kawan-kawanku{2}
    Mak minta izin lanjutkan pengajian kembali{3}
    Mak tolong izinin belajar sama ustad mahmudin{4}
Data tersebut memperlihatkan bahwa kata”Mak minta/mak tolong/izin/izinin” di ulang-ulang pada beberapa lirik dalam lagu Abatasa.
(6) Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua {5}
     Kan mak yang ngajarin kita harus jadi orang mukmin {9}
     Alif ba ta tsa jim ha allah tuhan kita semua {11}
     Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa {13}
Data tersebut menunjukkan bahwa kata “kita” di ulang-ulang pada beberapa lirik lagu Abatasa.



b)      Sinonimi (Padan kata)

Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal yang mendukung kepduan wacana. Sinonimi berfungsi sebagai penjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Lagu Abatasa memuat satu sinonimi, yaitu sinonimi kata dengan kata.
Mak minta izin lanjutkan pengajian kembali {3}
Mak tolong izinin belajar sama ustad mahmudin {4}
Pada lirik di atas kata “pengajian”  bersinonim dengan kata  belajar.
c)      Antonimi (Lawan kata)
Chadaldzalrozaisinsyin dari yang kaya sampai yang miskin {6}
Pada lirik {6} kata kaya berantonim  dengan kata miskin. Antonimi dalam kutipan lirik lagu tersebut dapat diklasifikasikan sebagai bentuk oposisi kutub.

d)     Hiponimi (Hubungan atas bawah)
Di dalam lirik lagu Abatasa juga dapat ditemukan unsur leksikal hiponimi. Contoh penggunaan hiponimi dalam lirik lagu ini dapat diperhatikan pada kutipan berikut.
(1)Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa {7}
(2)Kan mak yang ngajarin kita harus jadi orang mukmin {9}
(3)Kan mak yang ngajarin islam itu haqqul yaqin{10}
pada lirik di atas kata “haqqul yakin” menjadi hipernim sedangkan kata “mukmin dan taqwa” sebagai hiponim karena mukmin dan taqwa bagian dari     haqqul yakin.

3.      Kalimat Imperatif pada Lirik Lagu Laskar Pelangi
Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan penutur. Wujud kalimat imperatif dalam sebuah wacana sangat beragam, mulai yang terasa halus sampai kasar. Kalimat imperatif dapat pula berkisar pada suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Lirik Lagu Abatsa adalah sebuah wujud wacana yang sarat amanat. Kalimat imperatif dapat dihubungankan dengan sifat persuasif. Oleh sebab itu, di dalam lirik lagu ini sering ditemukan wujud kalimat imperatif. Contoh penggunaan kalimat imperatif dalam lirik lagu ini dapat diperhatikan pada kutipan berikut.
(1)Alif ba ta tsa jim ha mari kita tingkatkan takwa {7}
(2)Cha dal dzal ro zai sin syin masuk syurga yok bilang amin{8}
(3)Kan mak yang ngajarin kita harus jadi orang mukmin {9}
Pada beberapa kutipan tersebut, kutipan nomor {7} sampai dengan nomor (9) mengindikasikan suatu kalimat suruhan positif. Kalimat suruhan positif tersebut ditandai dengan penggunaan kata berimbuhan yakni tingkatkan, yok, harus jadi. Pada lirik lagu Abatasa tidak terdapat suatu kalimat suruhan yang negative. Jadi, semua kutipan di atas dapat diklasifikasikan sebagai kalimat imperatif suruhan. Penggunaan kalimat imperatif dalam lirik lagu Abatsa bukanlah tanpa fungsi. Kalimat imperatif dalam lirik lagu ini berfungsi untuk menekankan makna dan pesan lagu. Lagu Abatasa banyak memuat nasihat-nasihat positif yang diwujudkan dengan bentuk kalimat imperatif. Kalimat imperatif bersifat persuasif sehingga pesan yang berbentuk kalimat imperatif akan mudah diterima oleh pendengar lagu. Kalimat imperatif dalam lagu ini juga diwujudkan dengan penggunaan kalimat-kalimat yang halus. Dengan demikian, pesan-pesan yang terdapat dalam lagu berkesan tidak menghakimi pendengarnya.







KESIMPULAN
Lagu  Abatasa adalah salah satu lagu yang terkenal dari kelompok musik Wali. Lagu ini tergabung dalam album realigi yang diciptakan oleh Apoy (gitaris) band Wali. Lirik lagu Abatasa merupakan salah salah satu jenis wacana yang memiliki struktur. Analisis tekstual lagu Abatasa mencakup analisis gramatikal dan leksikal. Berdasar pada analisis gramatikal, di dalam lirik lagu Abatasa ditemukan beberapa aspek gramatikal, yaitu pengacuan (reference), penyulihan (subtitution), pelesapan (ellipsis), sedangkan  perangkaian (conjungtion) tidak ditemukan pada lirik lagu Abatasa.
 Dalam analisis secara leksikal, lirik lagu Abatasa mengandung beberapa aspek leksikal, yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), dan antonimi (lawan kata). Di dalam lirik lagu Laskar Pelangi terdapat beberapa kalimat imperatif. Kalimat imperatif berguna untuk menekankan makna dan pesan yang terkandung dalam lirik lagu. Kalimat imperatif bersifat persuasif sehingga pesan yang berbentuk kalimat imperatif akan mudah diterima oleh pendengar lagu. Kalimat imperatif dalam lagu Abatasa juga diwujudkan dengan penggunaan kalimat-kalimat yang halus. Selain itu, penggunaan kalimat imperatif dalam lirik lagu Abatasa mendukung lagu ini sebagai lagu realifi dan lagu yang dapat memotivasi pendengarnya.











DAFTAR PUSTAKA
Gorys Keraf. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sumarlam. Ed. 2008. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisi Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Terjemahan Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 









sastra


KAJIAN HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR DALAM KUMPULAN SAJAK ANTOLOGI PUISI PILAR PENYAIR

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
 Kajian sastra apapun bentuknya, berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran) Kegiatan apresiasi sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, bersangkut paut dengan karya sastra yang harus diinterpreatasi dan dimaknai. Salah satunya adalah puisi, puisi merupakan simbol tanda, dan untuk memahami simbol tanda itu diperlukan pemaknaan dari pembaca. Untuk memahami puisi harus mampu memahami bahasa yang terdapat dalam puisi tersebut, sebagai sistem tanda yang mempunyai arti. Hermeneutika adalah  kata yang sering didengar dalam bidang teologi, filsafat, bahkan sastra.
 Semua kegiatan kajian sastra, terutama dalam prosesnya pasti melibatkan peranan konsep hermeneutika. Oleh karena itu, hermeneutika menjadi hal yang tidak mungkin diabaikan. Atas dasar itulah hermeneutika perlu diperbincangkan secara komprehensif guna memperoleh pemahaman yang memadai.  Konsep hermeneutika Paul Recouer yang menjadi landasan dalam penelitian ini, untuk mengetahui metafora-simbol yang terdapat pada kumpulan sajak Antologi Puisi Pilar Penyair.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana metafora  kumpulan sajak Antologi Pilar Penyair dalam puisi “Kamboja” karya Krisnanto?
2.       Bagaimana memaknai simbol “Kamboja” dalam puisi kamboja”  karya   Krisnanto sajak Antologi Pilar Penyair?
LANDASAN TEORI
a.      Teori Hermeneutika
Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks. Hermeneutika mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda dan saling berinteraksi yaitu; 1) peristiwa pemahaman terhadap teks, 2) persoalan yang lebih mengarah mengenai pemahaman interprestasi itu (Palmer, 2005 : 8). Hal ini memperlihatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika adalah pemahaman (understanding) pada teks.
Menurut Ricoeur, pemaknaan adalah suatu dialektika antara penjelasan dan pemahaman. Penjelasan merupakan analisis struktur yang dilakukan terhadap karya dengan melihat hubungannya pada dunia yang ada di dalam teks. Model ini menjelaskan sisi objektif sebagai ranah ilmu alam. Dari sini dapat dilihat bahwa hasil pemaknaan hermeutika adalah pemahaman diri (refleksi), yaitu membiarkan teks (objektif) dan dunianya memperluas cakrawala pemahaman “aku-lirik” pembaca (subjektif) tentang diri “aku-lirik” sendiri (Ricoeur, via Kurniawan, 2009:112-113).

b.      Simbol
Kata simbol berasal dari bahasa Yunani “Sumballo” berarti ”menghubungkan atau menggabungkan”. Simbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak setiap tanda adalah simbol. Ricoeur mendefinisikan simbol sebagai struktur penandaan yang di dalamnya ada sebuah makna langsung, pokok atau literature menunjuk kepada makna tambahan, makna lain yang tidak langsung, sekunder dan figurative yang dapat dipahami hanya melalui yang pertama. Pembebasan ekspresi dengan sebuah makna ganda ini mengatakan dengan tepat wilayah hermeneutika (Kurniawan, 2009 : 27 ).
Simbol adalah tanda yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer (semena-mena). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol (Pradopo, 2007: 120). Simbolisasi adalah figurasi analogis, dan dapat disamakan dengan metafora, yaitu mengganti sebuah ujaran dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda terdekat seperti dalam metonimi, tetapi dengan penenda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda yang mempunyai kemiripan dengan penanda yang pertama. Tentu saja di sini antara bahasa mimpi dengan bahasa sastra menemukan perbedaan, dalam bahasa mimpi berupa mekanisme tak sadar, sedangkan dalam bahasa sastra berupa tindakan sadar. “Setiap kata adalah Simbol”, demikian ditegaskan Paul Ricoeur (via Sumaryono, 1999: 106; Wachid B.S., 2008: 26).
Kata-kata yang memiliki berbagai bentuk makna, yang sifatnya tidak langsung dan kias, demikian dapat dipahami dengan simbol-simbol tersebut. Simbol dan interpretasi konsep yang mempunyai pluraritas makna yang terkandung di dalam simbol atau kata-kata di dalam bahasa. Setiap interpretasi adalah upaya untuk membongkar makna yang terselubung. Oleh sebab itu, “Hermeneutika bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-simbol tersebut” (Wachid B.S., 2008: 26-27).


c.       Metafora
Metafora, kata Manroe, adalah puisi dalam miniature. metafora menghabungkan makna harfiah dengan makna figurative dalam karya sastra. dalam hal ini karya sastra merupakan karya wacana yang menyatukan makna ekspliesit dan makna implisit (Ricoeur, 1976:43 via Kurniawan, 2009: 23).
Dalam retorika tradisional, metafora digolongkan sebagai majas yang mengelompokkan variasi-variasi dalam makna ke dalam pengalaman kata-kata, atau lebih tepatnya proses denominasi (Kurniawan, 2009: 23).
Aristoteles menjelaskan bahwa metafora adalah penerapan kepada suatu benda nama yang termasuk sesuatu yang lain, interferensi yang terjadi dari jenis ke spesies, dari spesies jenis, dari spesies atau secara proporsional. Tujuan majas adalah mengisi tempat kosong semantik dalam kode leksikal atau menghiasi wacana dan membuatnya lebih menyenangkan. Oleh karena itu, metafora memiliki ide lebih banyak dari kata untuk mengungkapkan kata itu, metafora akan meregangkan makna kata-kata yang dimiliki melampaui pemakaian biasanya (Ricoeur, via kurniawan, 2009:23).





HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sajak “Kamboja” karya Krisnanto (2011: 66)

Kamboja
Kuncup kamboja kutorehkan
Di atas lading tidurmu
Semoga menjadi pengharum jejak
Perjalanan sepimu

Comal, 27 februari 2011


 Metafora dalam sajak “Kamboja”
Judul “Kamboja” menyiratkan suatu arti tentang kematian, di Indonesia bunga Kamboja hanya digunakan untuk menghiasi pemakaman. Nuansa dari kamboja itu sendiri untuk mengingatkan atau mewakili dari kematian, namun bunga kamboja tetap bunga yang melayani kehidupan menebar keindahan dan keharuman.

(1)   Kuncup Kemboja kutorehkan
Di atas lading tidurmu
Bait pertama mengungkapkan suatu atribusi obyek “kutorehkan”  meninggalkan atau menggoreskan sesuatu yang berupa metafora-pernyataan (statement-metaphor) yang dibentuk oleh metafora-kata. “kuncup kemboja kutorehkan” menunjukkan satu proposisi, kuncup yaitu tidak kembang, tidak mekar dan di sini di jelaskan pada bunga yang tidak mekar. Kuncup yang terdapat pada bunga kamboja, kamboja digambarkan sebagai bunga dalam kematian.  Dengan demikian, bait pertama ini mewancanakan suatu perbuatan yang telah di lakukan dengan meninggalkan sesuatu yang berbekas.
Pada baris ke dua sebagai wujud ungkapan dan penjelasan pada, “Kuncup kamboja kutorehkan”. Dan pada baris ke dua “Di atas lading tidurmu”  menjelaskan suatu tempat peristirahatan terakhir yaitu alam kubur, kembalinya manusia pada sang pencipta.

(1)   . . . . .
. . . . .
Semoga menjadi pengharum jejak
Perjalanan sepimu

Baris ke tiga dan ke empat pada bait pertama di atas, merupakan bentuk tujuan dari penyatuan antara “semoga menjadi pengharum jejak//perjalanan sepimu” dan kedua baris tersebut merujuk atau menunjukkan satu proposisi: “pengharum” sebagai identifikasi-singular, “jejak” sebagai predikasi-universal, dan pada baris terakhir “perjalanan sepimu” sebagai atribusi-pelengkap. Apa yang dimaksud di sini adalah “pengharum”  dari sesuatu yang berbekas bunga kamboja, yang akan selalu memberi keharuman. “jejak//perjalanan sepimu” di dalam perjalanan terakhir yang di lalui oleh setiap manusia, akan kembali kepada Allah.   


Simbol dalam sajak “Kamboja”
Simbol “Kamboja” pada sajak “Kamboja” terdapat pada bait pertama baris ke satu, dalam sajak ini mempresentasikan “Kamboja” sebagai “primbun pemakaman” adanya nuansa kematian, senyatanya bunga kamboja banyak ditemukan di pekarangan pemakaman. Dan hal ini menjelaskan bahwa “Kamboja” menjadi dasar kerangka filosofis pada sajak “Kamboja” itu sendiri.
Pada tataran arti tekstual (sense), sajak “Kamboja” mengungkapkan pristiwa tentang kesadaran transendental yang menyangkut kembalinya manusia kepada sang pencipta/pemakaman sebagai tempat peristirahatan terakhir. Kamboja sendiri juga memiliki arti  bisa membawa pencerahan bagi umat manusia maupun roh-roh yang terdapat di alam semesta, dalam konteks ajaran umat Hindu. 

(1)   Kuncup kamboja kutorehkan
                  Di atas lading tidurmu
Disinilah terlihat simbol “kamboja” sebagai energi yang esensial dari pemakaman, sebagai lading tempat peristirahatan terakhir. Pada dasarnya manusia diciptakan dari tanah dan kembalilah ke tempat asalnya. Konsep ini berakar dari pemikiran sajak D.Zawawi Imron “Dialog Bukit Kamboja”
            Inilah ziarah di tengah nisan-nisan tengadah
            Di bukit seraba kamboja. Matahari dan langit lelah
            Seorang nenek pandannya memuat jarum cemburu
            Menannyakan mengapa aku berdoa dikubur itu
Dengan demikian simbol “kamboja” dalam puisi “Kamboja” ini mempresentasikan makna “pemakaman” sebagai wujud nyata dalam primbun pemakaman, agar manusia juga mengingat akan kembalinya manusia pada wujud aslinya yang diciptakan dengan salah satu unsur yaitu tanah.  





KESIMPULAN
penelitian sajak “Kamboja” karya Krisnanto dapat disimpulkan sebagai berikut “kamboja” secara simbolis, terdapat pada bait pertama baris kesatu sebagai simbol dalam mengartikan sesuatu, secara metafora menyiratkan Sesutu tentang arti pemakaman.
Pembacaan hermeneutik dalam kumpulan puisi Antologi Puisi Pilar Penyair oleh Lembaga Pres Mahasiswa (LPM) obsesi STAIN Purwokerto ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami makna yang terkandung didalamnya. Makna-makna yang terkandung dalam sajak tersebut mengandung nilai agar manusia tidak hanya mengingat hidup di dunia saja akan tetapi juga mengingat bahwa dirinya akn kembali kepada sang pencipta.










DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Heru. 2009. Mistisisme Cahaya. Yogyakarta: Grafindo Literatur Media.
Universitas Ahmad Dahlan. 2000. Setasiun Tugu. Yogykarta: Universitas Ahmad Dahlan bekerja sama dengan Masyarakat Putika Indonesia.
Ratna, Kutha Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LPM Obsesi STAIN purwokerto. 2011. Antologi Puisi Pilar Penyair. Yogyakarta: Obsesi Press& Buku Litera.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.