Minggu, 14 Agustus 2011

Teori Pragmatik


Pragmatik merupakan suatu cabang dari linguistik yang menjadi objek bahasa dalam penggunaannya, seperti komunikasi lisan maupun tertulis. Menurut Leech (Wijana,1996: 3) pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi,  morfologi, sintaksis. Di dalam bahasa pragmatik terkadang juga memperhatikan suara, morfem, struktur kalimat dan makna suatu kalimat.
Wijana (1996: 2) menjelaskan bahwa makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat oleh konteks. Hal ini berbeda dengan semantik yang menelaah makna yang bebas konteks yaitu makna linguistik, sedangkan pragmatik adalah maksud tuturan. Semantik tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa. Jika, makna juga diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa, maka sulit diingkari pentingnya konteks pemakaian bahasa karena makna itu selalu berubah-ubah berdasarkan konteks pemakaiannya. Konteks tuturan dalam bentuk bahasa yang berbeda dapat mempunyai arti yang sama, sedangkan tuturan yang sama dapat mempunyai arti atau maksud yang lain.
                                   
Yule (2006: 3) menjelaskan pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur  (penulis) dan di tafsirkan oleh pendengar (pembaca) pendengar berusaha menafsirkan tuturan penutur sehingga akan diperoleh makna, maksud, tujuan dari penutur. Setelah pendengar mengetahui maksud penutur maka akan diketahui jenis tindakan yang harus dilakukan oleh pendengar. Untuk itu yang menjadi pusat perhatian pragmatik adalah maksud penutur yang terdapat dibalik tuturan yang diutarakan.
Definisi pragmatik menurut Cruse buku terjemahan (Commings, 2007: 2) adalah pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa  yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secra alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan). Melalui cara mengkodekan suatu tuturan, maka dapat diketahui makna yang sesuai dengan konteks tuturan sehingga akan diperoleh suatu informasi.

Definisi pragmatik menurut Tarigan (1986: 34) tidak jauh berbeda dengan definisi lainnya yang menjelaskan bahwa pragmatik adalah menelaah makna kaitannya dengan situasi ujaran. Di dalam menelaah sebuah tuturan pendengar akan lebih mudah memahami maksud tuturan tersebut diucapkan. Berdasarkan beberapa pengertian pragmatik di atas maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah lawan tutur sehingga menimbulkan suatu informasi yang jelas sesuai dengan suatu informasi yang jelas sesuia dengan situasi ujaran.   




A.    Prinsip Kerjasama
Penutur dan lawan tutur dalam berkomunikasi dibutuhkan secara prinsip kerjasama tersebut akan menghasilkan percakapan yang jelas dan dimengerti oleh keduanya. Menurut Grice (Wijana, 1996: 46) mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerjasama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational maxim). Yaitu
1.      Maksim Kuantitas
Maksim Kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak-banyaknya yang dibutuhakan oleh lawan bicaranya. Informasi yang disampaikan dalam pertanyaan. Informasi yang disampaikan dalam pertuturan harus jelas sehingga tidak terjadi penyimpangan maksud.
(15) saudara saya hamil
(16) saudara saya yang perempuan hamil
Tuturan (15) di atas lebih ringkas, juga tidak  menyimpangkan nilai kebenaran. Setiap orang tentu tahu bahwa hanya orang-orang wanitalah, yang mungkin hamil. Elemen yang perempuan dalm tuturan (16) sudah menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang perempuan dalam (16) justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas.




2.      Maksim Kualitas
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Tuturan dari peserta harus memiliki fakta atau bukti-bukti yang memadai seperti tuturan (17) berikut.
Guru: coba kamu Eza, apa ibu kota Jawa Tenangah?
Andi: Yogyakarta, Pak Guru.  
Guru: bagus, kalau begitu ibu kota Jawa Barat Semarang, ya? 
Di dalam wacana (17) di atas guru tampak memberikan kontribusi yang melanggar maksim kualitas. Guru mengatakan ibu kota Jawa Barat adalah Semarang bukannya Bandung jawaban yang tidak mengindahkan maksim kaulitas ini diutarkan sebagai reaksi jawaban Andi yang salah dengan jawaban sang murid (Andi) sebagai individu yang memiliki kompetensi komunikatif kemudian secara serta merta mencari jawaban mengapa gurunya membuat pernyataan yang salah mengapa kalimat bapak guru diutarakan dengan nada yang berbeda. Bukti-bukti yang memadai membuat Andi mengetahui bahwa jawabannya terhadap pertanyaan gurunya salah. Kata bagus yang di ucapkan gurunya tidak konvensional karena tidak untuk mengejek. Jadi, ada alasan-alasan pragmatis mengapa guru dalam (17) memberikan kontribusi yang mekanggar maksim kuantitas.

3.      Maksim Relevansi
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Maksim ini kadang menimbulkan implikatur karena terdapat tuturan yang diimplikasikan seperti tuturan (18)
(18) + Pak ada tabrakan motor laean truk di pertigaan depan.
        -  Yang menang apa hadiahnya?

Tuturan (18) adalah percakapan antara seseorang ayah dengan anaknya bila ayah sebagai peserta percakapan yang kooperatif, maka tidak selayaknya ia mempersamakan pristiwa kecelakaan yang dilihat anaknya itu dengan sebuah pertandingan atau kejuaraan di dalam sebuah kecelakaan tidak ada pemenang, dan tidak ada pihak yang akan menerima hadiah. Semua pihak akan menderita kerugian, bahkan ada kemungkinan salah satu, atau kedua belah pihak meninggal dunia. Agaknya di luar maksud untuk melucu kontribusi (-) dalam (18) sulit di carikan hubungan implikasinya.

4.      Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan atau cara mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Tuturan yang langsung dilakukan agar peserta tutur melaksanakan perintah tuturan seperti tuturan (19).
(19) Ani : Kita berhenti dan kita makan.
       Budi: Oke, tetapi jangan di M-C-D-O-N-A-L-D-S.
Tuturan (19) Budi menjawab ajakan Ani secara tidak langsung, yakni dengan mengeja satu persatu kata Mc.Donalds. penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya. Cara ini sering dilakukan oleh orang tua kalau anaknya meminta barang-barang mainan yang mahal jika berbelanja di toko atau pasar swalayan.     

B.     Tindak Tutur
Berhubung  wacana yang dikaji berdasarkan ilmu pragmatic, maka tentang teori komponen tutur, Hymes (1974) mengemukakan sekurang-kurangnya ada delapan factor yang menentukan wujud ujaran seseorang, yakni speaking. Setting atau scene berkaitan dengan tempat dan waktu diutarakanya ujaran itu, participant berkaitan dengan peserta tindak tutur yaitu penutur dan mitra tutur, Ends berkaitan dengan tujan atau maksud  yang dicapai, Ack Sequnce berkaitan dengan bentuk dan isi yang hendak disampaikan, Key berkaitan dengan nada suara, gerak gerik saat berujar, Instrumentalities berkaitan dengan media yang digunakan dalam menyampaikan pesan semisal surat kabar,televise, telegram, dan sebagainya. Norm Of Interaction berkaitan dengan aturan kebahasaan yang digunakan para anggotanya, Genre berkaitan dengan tipe wacana yang digunakan, sperti wacana dalam surat dinas lebih resmi dibandingkan wacana dalam percakapan telepon.
Selain itu dalam upaya pengungkapan (penafsiran) maksud penutur hanya dapt dilakukan dengan mencermati pemakaian tuturan itu. Leech (1983: 15) mengemukakan aspek-aspek situasi tutur berikut ini merupakan kriteria dalam studi pragmatik.
1.      Penutur dan lawan tutur
Yang dimaksud penutur dan lawan tutur di sini adalah bukan hanya pembicara dan pendengar tetapi meliputi penulis dan pembaca.
2.      Konteks tuturan
Konteks tuturan menurut kerangka pragmatic adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur.
3.      Maksud tuturan
Tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatar belakangi  oleh maksud. Dalam hubungan bentuk-bentuk tuturan bermacam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama atau sebaliknya. Di dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan. Jadiada perbedaan pandangan pragmatic yang bersifat fungsional dengan pandangan gramatika yang bersifat konvensional.

1 komentar:

  1. terimakasih atas tulisan Saudara, sangat membantu sekali untk menulis kajian saya

    BalasHapus