Kamis, 11 Agustus 2011

Contoh Artikel


Apakah Surat Menyurat Tergeser Oleh Telekominikasi Canggih?

Kita mengenal tiga budaya yang membangun peradapan manusia,yakni budaya lisan,budaya tulis, dan budaya audo visual. Budaya lisan merupakan praktik kebudayaan yang mengandalkan tradisi lisan,komunikasi yang terbangun bersifat langsung. Budaya tulis lahir setelah manusia mengenal sistem tanda(semiotika),makna(semantik),dan struktur kalimat(sintaksis). Melalui tiga hal tersebut,logika manusia di sistematisasi untuk menjelaskan pesan sosial dan perasaan pelaku komunikasi. Dan budaya tulis sangat berguna dalam mendokumentasikan semua pencapaian manusia,baik yang berupa wacana maupun karya budaya lainnya.
      
Tradisi menggunakan jasa pos lekat dangan budaya tulis menulis. Tradisi ini merupakan jawaban manusia untuk melangsungkan kumunikasi yang terkait dengan jarak ruang dan waktu,namun semua itu telah teringkas oleh audio visual melalui benda-benda teknologi seperti telepon,televisi,dan internet. Keberadaan pak pos tak sekedar bermakna pengantar surat atau barang,melainkan juga menjadi penanda penting dalam komunikasi budaya tulis.     

Di Indonesia,penggunaan layanan pos memang makin tergeser karena hadirnya layanan sms maupun yang lainnya. Jika kita menoleh kebelakang sebelum ditemukan hand phone (HP) atau telepon seluler,orang-orang jika ingin berkomunikasi dangan saudara,teman bahkan orang tua yang jauh diseberang sana atau di kampung halaman,maka jasa kantor pos lah yang banyak diincar,kantor milik pemerintah ini yang menyediakan jasa pengiriman surat maupun barang sering dikerumuni oleh siapa saja yang membutuhkan jasanya.

Dilihat dari segi keuntungannya memang ada kekurangan dan kelebihannya,jika dari alat komunikasi modern misalnya sms,dibaca ketika sampai detik itu juga sewaktu dikirim ,sedangkan surat butuh waktu yang cukup lama sampai ditujuan,akan tetapi surat bisa memuat banyak pesan di dalamnya sedangkan sms terbatas,selain itu surat dapat melatih kamampuan menulis atau melatih mengekspresikan sesuatu lewat tulisan dan surat bias di jadikan alat bukti yang sah jika terjadi sesuatu,sementara sms jika sudah terhapus sukar di jadikan bukti.
     
Kini sensasi tentang telegram,surat atau kiriman wesel telah menguap dan digantikan media yang praktis seperti sms,facebook,twitter,e-mail dll. Orang tak lagi berdebar menerima wesel karena uang dapat di transfer melalui rekening bank yang serba mekanik. Orangpun tak lagi bergetar membuka surat atau telegram karena adanya teknologi canggih seperti telepon seluler. Akan tetapi masih banyak juga orang melakukan surat menyurat,misalnya mengirim surat pentting yang tidak mungkin di jelaskan dalam sebuah pesan singkat,karena mengingat surat tersebut isinya sangat rahasia.

 Kendati demikian layanan surat masih akan menjadi kerja besar PT.Pos Indonesia(persero) sepanjang 2011. Selama ini surat memberikan konstribusi bagi perusahaan hingga 57%. Dan PT.Pos Indonesia melakukan perbaikan sistem pengiriman,di antaranya mempercepat prosedur pengolahan surat,sehingga diterima lebih cepat oleh penerima. Sistem operasi diperbaiki sehingga,bisa langsung point to point. Contohnya surat dari Jakarta ke Karawang,selama ini mampir dulu ke Bandung untuk diolah,padahal sudah terlewati saat proses pengiriman ke Bandung,tandas I Ketut Mardjana(Dirut PT.Pos Indonesia). BUMN itu juga berharap peninjauan tarif prangko Rp.1500 oleh pemerintah yang sejak tahun 2002 tidak pernah mengalami kenaikan. Bagi pos,tarif sebesar itu di nilai memberatkan,karena berlaku nasional.

Dengan adanya perbaikan sistem layanan pos Indonesia di harapkan masyarakat tidak mengabaikan jasa pos. Dan masyarakat juga membantu dalam perbaikan pelayanan pos di Indonesia. Karena dibalik paradigma teknologi komunikasi  modern,peranan layanan pos secara tidak kita sadari telah berperan penting dalam membangun peradaban manusia, dan semuanya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.   

(Sumber:Harian Kompas Rubrik Pendidikan dan Kebudayaan,Sabtu, 17April2010,hal.)




Nasib Heritage “Cagar Budaya ”  di DIY
Bangunan-bangunan tua bersejarah di DIY (Heritage), agaknya selalu berdekatan dengan sebuah ikhtiar perlindungan, sebuah cagar budaya. DIY bertaburan heritage ini, warisan yang begitu bernilai, peninggalan-peninggalan bersejarah yang mengundang kesadaran untuk merawatnya, melindunginya, tidak sama dengan sekadar menjaga barang antik. Makna dan peranaanya lebih dari itu. Konservasi ikut menentukan masa depan sebuah bangsa. Masyarakat Indonesia terbiasa untuk membuat sesuatu yang baru, dan melupakan yang lama. Padahal seharusnya, kita belajar untuk memelihara tradisi. Karena tradisi sendiri tidak dimulai dari nol tapi melanjutkan, mengadaptasi dan melestarikan yang sudah ada. Melalui bangunan-bangunan tua itu, masyarakat bisa mempelajari satu bagian perjalanan sebuah bangsa.          
Heritage disepakati sebagai pusaka, seperti pusaka Alam, pusaka Budaya, dan pusaka Saujana. Namun nasib sejumlah bangunan cagar budaya Heritage di Yogyakarta semakin naas seperti yang terdapat pada kawasan Kotagede. Akibat tak tersedia dana perawatan. Dan kini satu persatu bangunan mulai dijual oleh pemiliknya.
Hal ini akan mengurangi cagar budaya yang terdapat di DIY, sebab bangunan yang berusia di atas 50 tahun bisa dimasukkan  sebagai cagar budaya yang keberadaannya harus dilindungi dan dilestarikan. Seperti yang dilakuka Norjohan, yang kini diusianya yang senja (72) dan hidup sendiri, lantaran anak-anaknya sudah berkeluarga. Kini  Norjohan sudah tidak mampu untuk merawat rumah kunonya, plitur pada bagian joglo juga telah memudar, namun joglo masih berdiri dengan kokoh, rumah Norjohan ini tergolong heritage bergaya mataram lama di RT 04 RW 04 Desa Jagalan, Banguntapan, Bantul  adalah salah satu di antara lima rumah kuno cagar budaya di kawasan Kotagede yang masuk di wilayah administrasi Jagalan yang di jual dari kisaran Rp.300jt-1,5M, hal ini menjadi rentetan jumlah heritage di kawasan kotagede yang di jual sejak gempa 27mei2006 lalu. ”Dari jumlah 350 unit rumah, terjual 35 unit di kawasan kotagede” ujar Kepala Desa Jagalan Saleh. Selain itu “dalem-joglo” di kawasan Jagalan, Banguntapan-Kotagede  “Ndalem” yang dulunya sangat tertutup kini terbuka lebar dan belum ada perbaikan akibat gempa 2006 silam.
 Namun ada juga Bangunan-bangunan kuno yang belum dimasukan dalam kategori warisan budaya karena banyak pemilik bangunan yang belum rela untuk mengurus status tersebut. Padahal, pemerintah hanya bisa mengurus bangunan menjadi warisan budaya bila ada kerelaan dari para pemilik bangunan. Setelah itu baru ada pengajuan yang diproses sesuai  mekanisme undang-undang dan ada tim penilaianya.        
 Kejadian seperti itu menimbulkan kekhawatiran jika hal ini dibiarakan tanpa adanya perhatian, karena jumlah rumah-rumah kuno peninggalan zaman mataram akan berkurang ”saya sering oyak-oyak’an dengan warga agar kayu-kayunya tidak dijual ke luar” ujar Saleh. Di desa Jagalan menurutnya terdapat 235 rumah cagar budaya  yang layak diseluruh kawasan Kotagede ada sekitar 300 unit, dan ada beberapa yang telah direkonstruksi ulang yang merupakan hasil kerja sama dengan Bank Dunia melalui Java Reconstruction Fund.  
Ketua Dewan Kebudayaan Yogyakarta, Ahmad Charis Zubair, menyatakan secara umum kondisi sebagian bangunan heritage di Yogyakarta masih bagus. Sebagian lagi membutuh perawatan intensif. “Banyak yang menjual bangunan kuno karena alasan ekonomi, ini pemerintah harus bisa memberi solusi,” kata Ali.  Dan pemerintah DIY merencanakan agar kedepannya rumah-rumah kuno dijadikan sebagai home stay selayaknya desa wisata agra warga tak menjualnya. Oleh karena itu pihaknya mencari bantuan dana dari Gubernur dan Menuggu kucuran dana bantuan.  






      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar