Analisis
wacana diakui sebagai satu bidang yang sangat luas, tapi juga sebagai bidang
yang dipahami secara sempit dalam linguistik. Alasannya, bahwa pemahaman wacana
yang kita miliki didasarkan pada pendapat pakar dari berbagai disiplin akademis
yang sebenarnya berbeda satu dengan yamg lain. Istilah “wacana” berasal dari
bahasa Sanskerta wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’. Bila dilihat dari
jenisnya, kata wac dalam lingkup
morfologi bahasa Sanskerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada(m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan
tindakan ujar. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana.
Bentuk ana yang muncul di belakang
adalah sufiks(akhiran), yang bermakna ‘membedakan’ (nominalisasi). Jadi, kata
wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’.
v Di
dalam bukunya Harimurti Kridalaksana (1983) bahwa wacana adalah satuan bahasa
terlengkap dalam hirarki gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini
direalisasikan dalam karangan yang utuh.
v Menurut
Syamsudin A.R (1999) wacana merupakan rangkaian ujar atau tindak tutur yang mengungkapkan
subjek secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren dan yang
dibentuk oleh unsur segmental maupun non segmental bahasa.
v I
Praptomo Baryadi (2001) berpendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa
terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah,
dialog, dsb. Atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat dsb. Yang
dilihat dari struktur lahirnya dari segi bentuk bersifat kohesif, saling
terkait, dan dari struktur batinnya, bersifat koheren, terpadu.
v Anton
M Moeliono (1988) mengemukakan wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan
sehingga terbentuknya makna yang serasi diantara kalimat itu atau rentetan
kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi
yang lain membentuk satu kesatuan.
v Dalam
Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) wacana adalah
·
Ucapan, perkataan, tutur.
·
Keseluruhan tutur yang merupakan satu
kesatuan.
·
Satuan bahasa terlengkap, realisasinya
tampak dalam bentukk karangan utuh.
v Samsuri
(1988) mengemukakan pendapatnya bahwa wacana adalah rekaman kebahsaan yang utuh
tentang pristiwa komunikasi.
v H.G
Tarigan (1987:27) mengemukakan bahwa wacana adalah bahasa yang paling lengkap,
lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik,
mempunyai awal dan akhir yang berkesinambungan dan dapat disampaikan secara
lisan atau tertulis. Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat, misalnya dapat
disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada keutuhan unsur-unsur
makna dan konteks yang melingkupinya.
Istilah
wacana banyak bermunculan dan digunakan dalam berbagai aspek. Di dunia
pewayangan misalnya, dikenal istilah wacana-pati (dewa yang bertugas sebagai
juru bicara), anta-wacana (karakter atau pola ucapan wayang). Di dunia
pendidikan formal, istilah wacana juga banyak digunakan sebagai nama badan
sekolah, misalnya Budya Wacana, Satya
Wacana.
Wacana, Discourse, Discursus
Para
linguis Indonesia dan di negara-negara berbahasa Melayu lainnya, istilah wacana
sebagaimana diuraikan di atas, dikenalkan dan digunakan sebagai bentuk
terjemahan dari istilah bahasa Inggris ‘discourse’ kata tersebut berasal dari
bahasa latin ‘discursus’yang artinya ‘lari ke sana kemari’, ‘lari bolak-balik’
kata tersebut diturunkan dari ‘dis’ (dari/dari arah yang berbeda) dan currere
(lari). Digambarkan sebagai berikut
Dis + currere → discursus
→discourse (wacana)
Lalu
Webster (1983:522) memperluas makna discourse yaitu komunikasi kata-kata,
ekspresi discourse berkaitan dengan kata, kalimat, atau ungkapan komunikatif,
baik secara lisan maupun tulis. Selanjutnya para ahli bahasa memakai istilah discourse dalam kajian
linguistik, sehingga dikenal dengan istilah discourse analysis (analisis
wacana).
Persyaratan Terbentuknya Wacana
·
Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian
kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun dapat berupa satu kalimat atau ujaran).
·
Wacana yang berupa rangkaian kalimat
atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan
(unity) dan kepaduan (coherent).
·
Wacana dikatakan utuh apabila
kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan.
·
Sedangkan wacana dikatakan padu apabila
kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis sehingga menunjukkan
keruntutan ide yang diungkapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar