PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kajian sastra apapun bentuknya, berkaitan
dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran) Kegiatan apresiasi
sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, bersangkut paut dengan karya
sastra yang harus diinterpreatasi dan dimaknai. Salah satunya adalah puisi, puisi merupakan simbol tanda, dan untuk memahami
simbol tanda itu diperlukan pemaknaan dari pembaca. Untuk memahami puisi harus
mampu memahami bahasa yang terdapat dalam puisi tersebut, sebagai sistem tanda
yang mempunyai arti. Hermeneutika adalah kata yang sering didengar dalam bidang
teologi, filsafat, bahkan sastra.
Semua kegiatan kajian sastra, terutama dalam
prosesnya pasti melibatkan peranan konsep hermeneutika. Oleh karena itu,
hermeneutika menjadi hal yang tidak mungkin diabaikan. Atas dasar itulah
hermeneutika perlu diperbincangkan secara komprehensif guna memperoleh
pemahaman yang memadai. Konsep
hermeneutika Paul Recouer yang menjadi landasan dalam penelitian ini, untuk
mengetahui metafora-simbol yang terdapat pada kumpulan sajak Antologi Puisi Pilar Penyair.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
metafora kumpulan sajak Antologi Pilar
Penyair dalam puisi “Kamboja” karya Krisnanto?
2. Bagaimana memaknai simbol “Kamboja” dalam
puisi kamboja” karya Krisnanto sajak Antologi Pilar Penyair?
LANDASAN
TEORI
a.
Teori
Hermeneutika
Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman
dalam menafsirkan teks. Hermeneutika mencakup dalam dua fokus perhatian yang
berbeda dan saling berinteraksi yaitu; 1) peristiwa pemahaman terhadap teks, 2)
persoalan yang lebih mengarah mengenai pemahaman interprestasi itu (Palmer,
2005 : 8). Hal ini memperlihatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika adalah
pemahaman (understanding) pada teks.
Menurut Ricoeur, pemaknaan adalah suatu dialektika antara
penjelasan dan pemahaman. Penjelasan merupakan analisis struktur yang dilakukan
terhadap karya dengan melihat hubungannya pada dunia yang ada di dalam teks.
Model ini menjelaskan sisi objektif sebagai ranah ilmu alam. Dari sini dapat
dilihat bahwa hasil pemaknaan hermeutika adalah pemahaman diri (refleksi),
yaitu membiarkan teks (objektif) dan dunianya memperluas cakrawala pemahaman
“aku-lirik” pembaca (subjektif) tentang diri “aku-lirik” sendiri (Ricoeur, via
Kurniawan, 2009:112-113).
b. Simbol
Kata simbol berasal dari bahasa Yunani “Sumballo” berarti
”menghubungkan atau menggabungkan”. Simbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak
setiap tanda adalah simbol. Ricoeur mendefinisikan simbol sebagai struktur
penandaan yang di dalamnya ada sebuah makna langsung, pokok atau literature
menunjuk kepada makna tambahan, makna lain yang tidak langsung, sekunder dan figurative
yang dapat dipahami hanya melalui yang pertama. Pembebasan ekspresi dengan
sebuah makna ganda ini mengatakan dengan tepat wilayah hermeneutika (Kurniawan,
2009 : 27 ).
Simbol adalah tanda yang menunjukan bahwa tidak ada
hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer
(semena-mena). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. Dalam bahasa, tanda
yang paling banyak digunakan adalah simbol (Pradopo, 2007: 120). Simbolisasi
adalah figurasi analogis, dan dapat disamakan dengan metafora, yaitu
mengganti sebuah ujaran dengan penanda yang lain, bukan dengan penanda terdekat
seperti dalam metonimi, tetapi dengan penenda yang mempunyai kemiripan dengan
penanda yang lain, bukan dengan penanda yang mempunyai kemiripan dengan penanda
yang pertama. Tentu saja di sini antara bahasa mimpi dengan bahasa sastra
menemukan perbedaan, dalam bahasa mimpi berupa mekanisme tak sadar, sedangkan
dalam bahasa sastra berupa tindakan sadar. “Setiap kata adalah Simbol”,
demikian ditegaskan Paul Ricoeur (via Sumaryono, 1999: 106; Wachid B.S., 2008:
26).
Kata-kata yang memiliki berbagai bentuk makna, yang
sifatnya tidak langsung dan kias, demikian dapat dipahami dengan simbol-simbol
tersebut. Simbol dan interpretasi konsep yang mempunyai pluraritas makna yang
terkandung di dalam simbol atau kata-kata di dalam bahasa. Setiap interpretasi
adalah upaya untuk membongkar makna yang terselubung. Oleh sebab itu,
“Hermeneutika bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol
dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di
dalam simbol-simbol tersebut” (Wachid B.S., 2008: 26-27).
c. Metafora
Metafora, kata Manroe, adalah puisi dalam
miniature. metafora menghabungkan makna harfiah dengan makna figurative dalam
karya sastra. dalam hal ini karya sastra merupakan karya wacana yang menyatukan
makna ekspliesit dan makna implisit (Ricoeur, 1976:43 via
Kurniawan, 2009: 23).
Dalam retorika tradisional, metafora digolongkan sebagai
majas yang mengelompokkan variasi-variasi dalam makna ke dalam pengalaman
kata-kata, atau lebih tepatnya proses denominasi (Kurniawan, 2009: 23).
Aristoteles menjelaskan bahwa metafora adalah penerapan
kepada suatu benda nama yang termasuk sesuatu yang lain, interferensi yang
terjadi dari jenis ke spesies, dari spesies jenis, dari spesies atau secara
proporsional. Tujuan majas adalah mengisi tempat kosong semantik dalam kode
leksikal atau menghiasi wacana dan membuatnya lebih menyenangkan. Oleh karena
itu, metafora memiliki ide lebih banyak dari kata untuk mengungkapkan kata itu,
metafora akan meregangkan makna kata-kata yang dimiliki melampaui pemakaian
biasanya (Ricoeur, via kurniawan, 2009:23).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sajak
“Kamboja” karya Krisnanto (2011: 66)
Kamboja
Kuncup
kamboja kutorehkan
Di
atas lading tidurmu
Semoga
menjadi pengharum jejak
Perjalanan
sepimu
Comal, 27 februari 2011
Metafora dalam sajak “Kamboja”
Judul
“Kamboja” menyiratkan suatu arti tentang kematian, di Indonesia bunga Kamboja
hanya digunakan untuk menghiasi pemakaman. Nuansa dari kamboja itu sendiri
untuk mengingatkan atau mewakili dari kematian, namun bunga kamboja tetap bunga
yang melayani kehidupan menebar keindahan dan keharuman.
(1) Kuncup
Kemboja kutorehkan
Di
atas lading tidurmu
Bait
pertama mengungkapkan suatu atribusi obyek “kutorehkan” meninggalkan atau menggoreskan sesuatu yang
berupa metafora-pernyataan (statement-metaphor) yang dibentuk oleh
metafora-kata. “kuncup kemboja kutorehkan” menunjukkan satu proposisi, kuncup
yaitu tidak kembang, tidak mekar dan di sini di jelaskan pada bunga yang tidak
mekar. Kuncup yang terdapat pada bunga kamboja, kamboja digambarkan sebagai
bunga dalam kematian. Dengan demikian,
bait pertama ini mewancanakan suatu perbuatan yang telah di lakukan dengan meninggalkan
sesuatu yang berbekas.
Pada
baris ke dua sebagai wujud ungkapan dan penjelasan pada, “Kuncup kamboja
kutorehkan”. Dan pada baris ke dua “Di atas lading tidurmu” menjelaskan suatu tempat peristirahatan
terakhir yaitu alam kubur, kembalinya manusia pada sang pencipta.
(1) .
. . . .
. . . . .
Semoga
menjadi pengharum jejak
Perjalanan
sepimu
Baris
ke tiga dan ke empat pada bait pertama di atas, merupakan bentuk tujuan dari
penyatuan antara “semoga menjadi pengharum jejak//perjalanan sepimu” dan kedua
baris tersebut merujuk atau menunjukkan satu proposisi: “pengharum” sebagai
identifikasi-singular, “jejak” sebagai predikasi-universal, dan pada baris
terakhir “perjalanan sepimu” sebagai atribusi-pelengkap. Apa yang dimaksud di
sini adalah “pengharum” dari sesuatu
yang berbekas bunga kamboja, yang akan selalu memberi keharuman. “jejak//perjalanan
sepimu” di dalam perjalanan terakhir yang di lalui oleh setiap manusia, akan
kembali kepada Allah.
Simbol dalam sajak “Kamboja”
Simbol
“Kamboja” pada sajak “Kamboja” terdapat pada bait pertama baris ke satu, dalam
sajak ini mempresentasikan “Kamboja” sebagai “primbun pemakaman” adanya nuansa
kematian, senyatanya bunga kamboja banyak ditemukan di pekarangan pemakaman.
Dan hal ini menjelaskan bahwa “Kamboja” menjadi dasar kerangka filosofis pada
sajak “Kamboja” itu sendiri.
Pada
tataran arti tekstual (sense), sajak “Kamboja” mengungkapkan pristiwa tentang
kesadaran transendental yang menyangkut kembalinya manusia kepada sang
pencipta/pemakaman sebagai tempat peristirahatan terakhir. Kamboja sendiri juga
memiliki arti bisa membawa pencerahan
bagi umat manusia maupun roh-roh yang terdapat di alam semesta, dalam konteks
ajaran umat Hindu.
(1) Kuncup
kamboja kutorehkan
Di atas lading tidurmu
Disinilah
terlihat simbol “kamboja” sebagai energi yang esensial dari pemakaman, sebagai
lading tempat peristirahatan terakhir. Pada dasarnya manusia diciptakan dari
tanah dan kembalilah ke tempat asalnya. Konsep ini berakar dari pemikiran sajak
D.Zawawi Imron “Dialog Bukit Kamboja”
Inilah ziarah di tengah nisan-nisan
tengadah
Di bukit seraba kamboja. Matahari
dan langit lelah
Seorang nenek pandannya memuat jarum
cemburu
Menannyakan mengapa aku berdoa
dikubur itu
Dengan
demikian simbol “kamboja” dalam puisi “Kamboja” ini mempresentasikan makna
“pemakaman” sebagai wujud nyata dalam primbun pemakaman, agar manusia juga
mengingat akan kembalinya manusia pada wujud aslinya yang diciptakan dengan
salah satu unsur yaitu tanah.
KESIMPULAN
penelitian
sajak “Kamboja” karya Krisnanto dapat disimpulkan sebagai berikut “kamboja”
secara simbolis, terdapat pada bait pertama baris kesatu sebagai simbol dalam
mengartikan sesuatu, secara metafora menyiratkan Sesutu tentang arti pemakaman.
Pembacaan
hermeneutik dalam kumpulan puisi Antologi Puisi Pilar Penyair oleh Lembaga Pres
Mahasiswa (LPM) obsesi STAIN Purwokerto ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami makna yang terkandung didalamnya. Makna-makna yang terkandung dalam sajak tersebut
mengandung nilai agar manusia tidak hanya mengingat hidup di dunia saja akan
tetapi juga mengingat bahwa dirinya akn kembali kepada sang pencipta.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Heru. 2009. Mistisisme Cahaya. Yogyakarta:
Grafindo Literatur Media.
Universitas
Ahmad Dahlan. 2000. Setasiun Tugu.
Yogykarta: Universitas Ahmad Dahlan bekerja sama dengan Masyarakat Putika
Indonesia.
Ratna,
Kutha Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LPM
Obsesi STAIN purwokerto. 2011. Antologi
Puisi Pilar Penyair. Yogyakarta: Obsesi Press& Buku Litera.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.